Jangan Menghukum Anak Saat Kita Marah
Sering kali orangtua
menjadi tak sabar menghadapi anak batita yang suka "membangkang".
Padahal, salah penanganan, buruk dampaknya. Perlu dipahami, anak batita sedang
berada pada fase negativistik dan hal ini normal dalam tumbuh kembang anak.
Yuyun
Fitriah, S Psi, Kepala KB/TK Izara, mengatakan bahwa pada fase yang biasanya
terjadi pada usia 2 tahun ini, anak batita mulai bisa menunjukkan penolakannya
dengan cara membangkang, tidak patuh, atau memperlihatkan bahwa dirinya bisa
"mandiri" melakukan sesuatu. Orangtua kadang tak sabar menghadapinya
sehingga emosi pun meledak.
Selain kita akan
menyesal dikemudian hari, akibat yang sangat fatal adalah kita telah melukai
hati anak kita dan anak seringkali tidak bisa melupakan kejadian itu meski ia
telah beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orangtuanya karena sering
mendapatkan perlakuan diluar batas.
Hal yang perlu kita
perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan sanksi atau hukuman
apa pun pada anak ketika kita sedang marah apalagi dalam kondisi emosi sedang
memuncak. Pada saat kita sedang marah atau emosi kita sedang tinggi, apapun
yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata-kata atau hukuman akan
cenderung untuk menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak kita lebih
baik.
Ingatlah selalu :
1. Bila kita dalam
keadaan sangat marah, segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat
untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera. Setiap orang memiliki cara
yang berbeda-beda,seperti masuk kamar atau mandi dengan air yang sejuk.
Pilihlah cara yang lebih cocok untuk kita.
2. Saat marah kita
cenderung memberikan hukuman yang seberat-beratnya pada anak kita. Padahal
sanksi atau hukuman yang baik adalah bukan untuk menyakiti, tetapi untuk
menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Sanksi atau hukuman yang
berat terutama fisik hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat
dari anak kita. Jika kita bertekad untuk tetap memberikan sanksi atau hukuman, tundalah
sampai emosi kita mereda. Setelah itu pilih dan susunlah bentuk sanksi atau
hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya.
Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti. Pilihlah
bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya,seperti
mengurangi waktu main game atau bermain sepeda.
Dalam menghadapi perilaku anak yang "mengundang
emosi", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua:
*
Jangan menegur anak di depan orang banyak. Meski masih batita, anak juga
mempunyai rasa malu karena merasa semua mata mengarah kepadanya. Hal ini dapat
memengaruhi rasa percaya dirinya.
*
Pertimbangkan kondisi emosi anak, apakah dia sedang good mood ataukah bad mood?
sehingga teguran yang orangtua berikan tidak menjadi beban bagi anak.
*
Pertimbangkan pula, apakah hal yang akan orangtua sampaikan, baik melalui sikap
maupun pembicaraan, dapat membuatnya trauma. Semestinya orangtua dapat
menghindari anak dari trauma akibat ucapan atau sikap orangtuanya. Banyak orangtua yang yang tidak sadar
bahwa trauma itu dapat dipendam anak dalam waktu cukup lama dan memengaruhi
kehidupannya di saat dewasa.
*
Dalam memberikan "hukuman" hendaknya menyesuaikan dengan apa yang
sudah dikerjakannya. Jangan berlebihan melampiaskan emosi sehingga orangtua
tidak memberikan respons yang tepat. Yang terpenting adalah memberikan
pembelajaran kepada si anak, yang memang belum mengerti mana yang boleh dan
tidak.
* Jika
respons yang diberikan tidak memberi pembelajaran baginya, bahwa hal tersebut
sebaiknya tidak dilakukan, maka ini berarti orangtua masih terbawa emosi dan
tidak memberikan solusi atas perilaku negatif anak batita. Jangan lupa, anak
masih dalam kondisi banyak belajar dan melihat sekelilingnya. Ia akan melihat
perilaku yang ditunjukkan orangtuanya adalah contoh perilaku yang harus diikuti.
*
Usahakan memberi contoh hampir mendekati kenyataan dan selalu kembalikan kepada
anak, apakah ia ingin mengalami hal serupa. Umpamanya, si kecil sering memukul,
kita bisa katakan bahwa memukul itu membuat orang lain merasa sakit. Apakah
kamu mau dipukul?
* Beri
penjelasan dengan logika yang benar. Ketika anak tidak mau menghabiskan
makanannya, misal, orangtua dapat menceritakan bagaimana di daerah lain banyak
anak yang tidak bisa makan. Tentu ini dilakukan dengan bahasa yang sederhana,
sesuai dengan pemahaman anak seusianya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar