Jam karet? Sepertinya kata “jam karet” ini sudah tidak
asing lagi di telinga kita. Ya, jam karet adalah sebutan bagi suatu acara atau
kedatangan seseorang yang tidak tepat waktu atau mengulur waktu sehingga
melebihi waktu yang telah ditentukan. Lho, mengapa disebut “jam karet”? Ya,
seperti karet yang bisa mengulur.
Suatu kebiasaan jika dilakukan terus menerus tentunya
akan “membudaya” kepada diri seseorang atau kelompok. Budaya jam karet memang
bukanlah hal baru di Indonesia, seakan sudah mengakar dan menjadi culture atau
budaya yang sudah sangat dekat sekali dengan kehidupan masyarakat di Indonesia.
Tentunya kebiasaan mengulur waktu ini sangatlah tidak baik, bahkan bisa
berdampak juga kepada orang lain, kepada suatu acara ataupun kepada komunitas
tertentu.
Memang susah sekali jika jam karet ini sudah
jadi bagian dari masyarakat. Lalu, apa saja penyebab dari budaya “jam karet”
ini?
Pertama, yaitu kebiasaan “suka menunda”. Ya, suka
menunda adalah penyebab utama dari budaya jam karet ini. Tak bisa dipungkiri bahwa
ada cukup banyak orang yang kerap menunda melakukan sesuatu. Misalnya menunda
pertemuan. Tentu hal semacam ini akan mempengaruhi waktu orang lain yang ada di
pertemuan tersebut. Bisa saja orang tersebut sedang terburu – buru dan memiliki
agenda lain yang harus ia laksanakan. Hal ini tentu mengganggu orang tersebut.
Jika waktu seseorang sudah terganggu maka dampaknya bisa meluas ke berbagai hal
lain. Hal ini tentu merugikan, bukan?
Kedua, banyak orang menganggap “jam karet” sudah jadi
budaya. Banyak orang merasa “untuk apa datang cepat, toh yang lain juga
pasti datangnya terlambat”. Sebagian orang ada yang menganggap demikian,
tak bisa mengelak juga, saya pun terkadang berpikiran serupa.
Ketiga, yaitu kebiasaan orang – orang untuk
“memaklumi” jam karet ini. Sebagai contoh, ketika seseorang datang terlambat,
lalu ditanya “mengapa kamu datang terlambat?” , seseorang itu menjawab, “maaf,
saya terjebak macet di jalan” atau “maaf, saya tadi terlambat bangun”. Jika
kita terus menerus memaklumi atau “melegalkan” jam karet ini, tentu budaya jam
karet ini pun akan semakin sulit untuk dihilangkan. Semakin banyak orang
Indonesia berpikiran hal seperti ini, maka semakin besar pula jam karet ini
“membudaya” di Indonesia.
Bila kita menginginkan budaya jam karet ini hilang
dari masyarakat Indonesia, maka kita bisa memulainya dari diri kita sendiri.
Membiasakan mengikis sedikit demi sedikit kebiasaan menunda kita. Bila biasanya
datang terlambat 10 menit, maka bisa kita kurangi menjadi 5 menit, lalu menjadi
1 menit, lalu Tentunya mengatasi sebuah kebiasan buruk untuk diri sendiri itu sangat sulit apalagi kebiasaan itu dilakukan oleh banyak orang atau sebuah kelompok. Tetapi, sebenarnya kebiasaan jam karet ini bisa kita kikis sedikit demi sedikit, mulai dari memikirkan dampak yang terjadi apabila kita melegalkan “jam karet” ini di dalam kehidupan kita sehari – hari, serta belajar menghargai waktu yang kita miliki.
menjadi tidak terlambat sama sekali. Ya, meninggalkan suatu
aktivitas lama yang sudah sering kita jalani awalnya memanglah sulit, tetapi
semua perubahan itu butuh proses. Maka dari itu mari kita niatkan untuk berubah
meskipun awalnya perubahan itu tidak terlihat oleh kita perbedaannya, maka
lakukan terus menerus, sedikit demi sedikit, setahap demi setahap sampai kita tidak
menyadari bahwa kita telah melakukan perubahan itu dan akhirnya merasa nyaman
dengan perubahan kita. Saya pun yang sering terlibat dalam budaya “jam karet”
ini tentunya berharap dan sedang berproses di dalamnya. Semoga dengan kesadaran
kita, budaya “jam karet” ini bisa dihilangkan sedikit demi sedikit dari
masyarakat kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar