Rabu, 21 Januari 2015

Individu, Keluarga dan Masyarakat

Jangan Menghukum Anak Saat Kita Marah



Sering kali orangtua menjadi tak sabar menghadapi anak batita yang suka "membangkang". Padahal, salah penanganan, buruk dampaknya. Perlu dipahami, anak batita sedang berada pada fase negativistik dan hal ini normal dalam tumbuh kembang anak. 
Yuyun Fitriah, S Psi, Kepala KB/TK Izara, mengatakan bahwa pada fase yang biasanya terjadi pada usia 2 tahun ini, anak batita mulai bisa menunjukkan penolakannya dengan cara membangkang, tidak patuh, atau memperlihatkan bahwa dirinya bisa "mandiri" melakukan sesuatu. Orangtua kadang tak sabar menghadapinya sehingga emosi pun meledak. 

Selain kita akan menyesal dikemudian hari, akibat yang sangat fatal adalah kita telah melukai hati anak kita dan anak seringkali tidak bisa melupakan kejadian itu meski ia telah beranjak dewasa. Anak juga bisa mendendam pada orangtuanya karena sering mendapatkan perlakuan diluar batas.


Hal yang perlu kita perhatikan dan selalu ingat adalah jangan pernah memberikan sanksi atau hukuman apa pun pada anak ketika kita sedang marah apalagi dalam kondisi emosi sedang memuncak. Pada saat kita sedang marah atau emosi kita sedang tinggi, apapun yang keluar dari mulut kita, baik dalam bentuk kata-kata atau hukuman akan cenderung untuk menyakiti dan menghakimi dan tidak menjadikan anak kita lebih baik.

Ingatlah selalu :
1. Bila kita dalam keadaan sangat marah, segeralah menjauh dari anak. Pilihlah cara yang tepat untuk bisa menurunkan amarah kita dengan segera. Setiap orang memiliki cara yang berbeda-beda,seperti masuk kamar atau mandi dengan air yang sejuk. Pilihlah cara yang lebih cocok untuk kita.

2. Saat marah kita cenderung memberikan hukuman yang seberat-beratnya pada anak kita. Padahal sanksi atau hukuman yang baik adalah bukan untuk menyakiti, tetapi untuk menyadarkan anak supaya ia memahami perilaku buruknya. Sanksi atau hukuman yang berat terutama fisik hanya akan menimbulkan perlawanan baru yang lebih kuat dari anak kita. Jika kita bertekad untuk tetap memberikan sanksi atau hukuman, tundalah sampai emosi kita mereda. Setelah itu pilih dan susunlah bentuk sanksi atau hukuman yang mendidik dan tepat dengan konteks kesalahan yang diperbuatnya. Ingat, prinsip hukuman adalah untuk mendidik bukan untuk menyakiti. Pilihlah bentuk sanksi atau hukuman yang mengurangi aktivitas yang disukainya,seperti mengurangi waktu main game atau bermain sepeda.




Dalam menghadapi perilaku anak yang "mengundang emosi", ada beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua:

* Jangan menegur anak di depan orang banyak. Meski masih batita, anak juga mempunyai rasa malu karena merasa semua mata mengarah kepadanya. Hal ini dapat memengaruhi rasa percaya dirinya. 
* Pertimbangkan kondisi emosi anak, apakah dia sedang good mood ataukah bad mood? sehingga teguran yang orangtua berikan tidak menjadi beban bagi anak.
* Pertimbangkan pula, apakah hal yang akan orangtua sampaikan, baik melalui sikap maupun pembicaraan, dapat membuatnya trauma. Semestinya orangtua dapat menghindari anak dari trauma akibat ucapan atau sikap orangtuanya. Banyak orangtua yang yang tidak sadar bahwa trauma itu dapat dipendam anak dalam waktu cukup lama dan memengaruhi kehidupannya di saat dewasa. 
* Dalam memberikan "hukuman" hendaknya menyesuaikan dengan apa yang sudah dikerjakannya. Jangan berlebihan melampiaskan emosi sehingga orangtua tidak memberikan respons yang tepat. Yang terpenting adalah memberikan pembelajaran kepada si anak, yang memang belum mengerti mana yang boleh dan tidak.
* Jika respons yang diberikan tidak memberi pembelajaran baginya, bahwa hal tersebut sebaiknya tidak dilakukan, maka ini berarti orangtua masih terbawa emosi dan tidak memberikan solusi atas perilaku negatif anak batita. Jangan lupa, anak masih dalam kondisi banyak belajar dan melihat sekelilingnya. Ia akan melihat perilaku yang ditunjukkan orangtuanya adalah contoh perilaku yang harus diikuti.
* Usahakan memberi contoh hampir mendekati kenyataan dan selalu kembalikan kepada anak, apakah ia ingin mengalami hal serupa. Umpamanya, si kecil sering memukul, kita bisa katakan bahwa memukul itu membuat orang lain merasa sakit. Apakah kamu mau dipukul?
* Beri penjelasan dengan logika yang benar. Ketika anak tidak mau menghabiskan makanannya, misal, orangtua dapat menceritakan bagaimana di daerah lain banyak anak yang tidak bisa makan. Tentu ini dilakukan dengan bahasa yang sederhana, sesuai dengan pemahaman anak seusianya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar