Rabu, 21 Januari 2015

Penduduk, Masyarakat dan Kebudayaan

Jam Karet yang Menjadi “Budaya” di Indonesia


Jam karet? Sepertinya kata “jam karet” ini sudah tidak asing lagi di telinga kita. Ya, jam karet adalah sebutan bagi suatu acara atau kedatangan seseorang yang tidak tepat waktu atau mengulur waktu sehingga melebihi waktu yang telah ditentukan. Lho, mengapa disebut “jam karet”? Ya, seperti karet yang bisa mengulur.

Suatu kebiasaan jika dilakukan terus menerus tentunya akan “membudaya” kepada diri seseorang atau kelompok. Budaya jam karet memang bukanlah hal baru di Indonesia, seakan sudah mengakar dan menjadi culture atau budaya yang sudah sangat dekat sekali dengan kehidupan masyarakat di Indonesia. Tentunya kebiasaan mengulur waktu ini sangatlah tidak baik, bahkan bisa berdampak juga kepada orang lain, kepada suatu acara ataupun kepada komunitas tertentu.

Memang susah sekali jika jam karet ini sudah jadi bagian dari masyarakat. Lalu, apa saja penyebab dari budaya “jam karet” ini?

Pertama, yaitu kebiasaan “suka menunda”. Ya, suka menunda adalah penyebab utama dari budaya jam karet ini. Tak bisa dipungkiri bahwa ada cukup banyak orang yang kerap menunda melakukan sesuatu. Misalnya menunda pertemuan. Tentu hal semacam ini akan mempengaruhi waktu orang lain yang ada di pertemuan tersebut. Bisa saja orang tersebut sedang terburu – buru dan memiliki agenda lain yang harus ia laksanakan. Hal ini tentu mengganggu orang tersebut. Jika waktu seseorang sudah terganggu maka dampaknya bisa meluas ke berbagai hal lain. Hal ini tentu merugikan, bukan?

Kedua, banyak orang menganggap “jam karet” sudah jadi budaya. Banyak orang merasa “untuk apa datang cepat, toh yang lain juga pasti datangnya terlambat”. Sebagian orang ada yang menganggap demikian, tak bisa mengelak juga, saya pun terkadang berpikiran serupa.

Ketiga, yaitu kebiasaan orang – orang untuk “memaklumi” jam karet ini. Sebagai contoh, ketika seseorang datang terlambat, lalu ditanya “mengapa kamu datang terlambat?” , seseorang itu menjawab, “maaf, saya terjebak macet di jalan” atau “maaf, saya tadi terlambat bangun”. Jika kita terus menerus memaklumi atau “melegalkan” jam karet ini, tentu budaya jam karet ini pun akan semakin sulit untuk dihilangkan. Semakin banyak orang Indonesia berpikiran hal seperti ini, maka semakin besar pula jam karet ini “membudaya” di Indonesia.

Bila kita menginginkan budaya jam karet ini hilang dari masyarakat Indonesia, maka kita bisa memulainya dari diri kita sendiri. Membiasakan mengikis sedikit demi sedikit kebiasaan menunda kita. Bila biasanya datang terlambat 10 menit, maka bisa kita kurangi menjadi 5 menit, lalu menjadi 1 menit, lalu Tentunya mengatasi sebuah kebiasan buruk untuk diri sendiri itu sangat sulit apalagi kebiasaan itu dilakukan oleh banyak orang atau sebuah kelompok. Tetapi, sebenarnya kebiasaan jam karet ini bisa kita kikis sedikit demi sedikit, mulai dari memikirkan dampak yang terjadi apabila kita melegalkan “jam karet” ini di dalam kehidupan kita sehari – hari, serta belajar menghargai waktu yang kita miliki.
menjadi tidak terlambat sama sekali. Ya, meninggalkan suatu aktivitas lama yang sudah sering kita jalani awalnya memanglah sulit, tetapi semua perubahan itu butuh proses. Maka dari itu mari kita niatkan untuk berubah meskipun awalnya perubahan itu tidak terlihat oleh kita perbedaannya, maka lakukan terus menerus, sedikit demi sedikit, setahap demi setahap sampai kita tidak menyadari bahwa kita telah melakukan perubahan itu dan akhirnya merasa nyaman dengan perubahan kita. Saya pun yang sering terlibat dalam budaya “jam karet” ini tentunya berharap dan sedang berproses di dalamnya. Semoga dengan kesadaran kita, budaya “jam karet” ini bisa dihilangkan sedikit demi sedikit dari masyarakat kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar